Rabu, 09 November 2011

KENAPA UU SJSN & BPJS HARUS DI TOLAK...!!!

Sejarah singkat SJSN & BPJS
Sejak krisis global tahun 1997, sudah kita ketahui bersama bahwa resep yang dipakai oleh pemerintah Indonesia dalam rangka menangani krisis adalah resepnya IMF dan lembaga kreditor asing seperti (ADB). Resep yang ditawarkan yang paling utama adalah adanya liberalisasi di segala bidang, sedemikian membiusnya resep tersebut sehingga liberalisasi menjadi tema utama dari semua proses ekonomi-politik pemerintah Indonesia sejak reformasi. Liberalisasi artinya mengurangi peran negara dalam mengurus dan memberikan subsidi kepada rakyat, semua diserahkan kepada mekanisme pasar, seperti subsidi kesehatan, subsidi BBM, subsidi pendidikan, dll.

SJSN dimulai dari ide untuk mereformasi sektor keuangan. Tahun 1998, asian development bank/ADB mengeluarkan dokumen “Technical Assistance to the Republic of Indonesia for the Reform of Pension and Provident Funds”, yang menganjurkan adanya reformasi (liberalisasi) dalam pengelolaan dana pensiun atau jaminan hari tua.

Pada tahun 2002, ADB berdasarkan pada Report and Recommendation of the President to the Board of Directors on a Proposed Loan to the Republic of Indonesia for Financial Governance and Social Security Reform Program (Laporan dan Rekomendasi Presiden kepada Dewan Direksi pada Usulan Pinjaman untuk Republik Indonesia untuk Kelola Keuangan dan Program Keamanan Reformasi Sosial), mengeluarkan dokumen Technical Assistance to the Republic of Indonesia for Financial Governance and Social Security Reform. Dokumen itu mendorong adanya reformasi dalam pengelolaan keuangan negara dan jaminan sosial. Secara rinci ADB memberikan rekomendasi dan arahan-arahan bagi pemerintah maupun parlemen.

Berbagai upaya dilakukan oleh ADB, bahkan dengan menggerlontorkan dana mencapai US$ 250 juta untuk mendukung lahirnya sistem jaminan sosial nasional di Indonesia. Akhirnya, pada tahun 2004, lahirlah UU Nomor 40 tentang sistem jaminan sosial nasional/SJSN. Didalamnya terkandung pasal-pasal krusial yang mengingkari tujuan nasional dalam pembukaan UUD 1945. Melainkan hanya turunan dari pasal-pasal tambahan dalam UUD 1945.

Jaminan sosial bagi seluruh rakyat terutama jaminan kesehatan adalah merupakan hak dasar bagi seluruh rakyat Indonesia yang wajib di penuhi dan di laksanakan oleh pemerintah selaku penyelenggara negara, hal ini disasarkan pada amanat Panca Sila yaitu sila ke-5 dan Undang-undang Dasar 1945 pasal 34 ayat (2), apabila pemerintah SBY-Budiono mau berpegang teguh dan bersedia menjalankan amanat tersebut maka seharusnya pemerintah serius memberikan pelayanan dan jaminan sosial gratis bagi seluruh rakyat dan membuat undang-undang yang pro rakyat.

UU SJSN kulitnya jaminan sosial tetapi isinya asuransi..
Alih-alih memberikan jaminan kesehatan/jaminan sosial kepada rakyatnya justru sebaliknya pemerintah malah memberikan beban baru kepada rakyatnya dan ini merupakan upaya pemerintah untuk mengalihkan tanggung jawab tersebut kepada rakyatnya, UU SJSN No 40 Tahun 2004 adalah bertentangan dengan amanat UUD tahun 1945 dan apabila di jalankan maka akan semakin menambah beban perampasan upah buruh. Baca Pasal 20 ayat (1) UU SJSN: “Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah”. Pernyataan isi pasal 20 ayat (1) UU SJSN ini jelas, hanya berlaku bagi yang membayar iuran dan yang dibayar iurannya oleh negara. Lalu, bagaimana dengan rakyat miskin yang tidak terdata, mendapat diskriminasi dari pemerintah dan sebagainya, yang jelas terancam tidak mendapat jaminan kesehatan.

Fakta hukum diatas, sekali lagi menunjukkan bahwa ada pembodohan dan pembohongan publik bahwa jaminan kesehatan berlaku untuk semua dan tanpa limitasi. Mari kita buka pikiran sehat kita untuk menelaah secara jernih isi UU SJSN tersebut. Secara organisasi melalui DPP GSBI telah bersikap menolak UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN, dan kami juga telah menyuarakan hal ini pada momentum Aksi Hari HAM/Hak Azasi Manusia tahun 2010 dan juga pada Aksi May Day tahun 2011, kami jelas bukan menolak jaminan kesehatan, tetapi bukan jaminan sosial yang didalamnya mengatur asuransi. Harapannya pemerintah dapat membuat UU / peraturan yang berpihak kepada buruh/rakyat.

Namun lagi-lagi sangat disayangkan setelah dibahas sekitar satu tahun, Rancangan Undang-undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial I dan II (RUU BPJS I dan II) akhirnya disahkan dalam rapat paripurna DPR, pada hari Jumat (28/10/2011) malam, sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, dan mengingkari penolakan-penolakan yang dilakukan oleh beberapa serikat pekerja/serikat buruh, beserta element masyarakat yang lain. Dan pada perkembangan terakhir muncul isu atau pertanyaan dilingkungan kerja kita bahwa apakah Jaminan Hari Tua akan dapat dicairkan..? perlu kami jelaskan bahwa sampai dengan saat ini belum ada informasi secara resmi bahwa JHT/Jamsostek dapat dicairkan, kalau dapat dicairkan maka tentunya juga itu berlaku bagi semua peserta Jamsostek yang masih terdaftar menjadi peserta Jamsostek, karena Jamsostek adalah milik kita semua bukan milik serikat pekerja/buruh tertentu saja, dan kawan-kawan juga jangan takut JHT kita akan hilang, karena dijamin keamanannya, hal ini sebagaimana dijelaskan dalam surat yang disampaikan oleh PT. Jamsostek Cabang Tangerang dengan Nomor : B/607/1020211, tertanggal 17 Oktober 2011, Perihal : Penjelasan BPJS. cat : sumber pernyataan sikap DPP GSBI. (red by : prop sbgts-gsbi pt panarub industry)


Kursi Putar Di Majalengka..
Mau Pintar Silahkan Baca..

Kuda Lompat Jangan Di Pecut..
Kalau Di Pecut Tambah Berlari..

Kami Menghimbau Buruh Janganlah Takut..
Kalau Takut Rugi Sendiri..

Salam Solidaritas, Lawan Penindasan..!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar